Aku masih terpekur ketika cicak di dinding sedang mendengkur. Dan gemuruh suara seperti alam sedang bergelora. Angin yang berhembus, apa karena ulah Zeus?
Hingga suatu mendarat di genting membuatnya berdenting. Seolah bernyawa, mengundang temannya tuk turut serta. Suatu yang serupa titik, namun karenanya berintik menjadi berisik. Alirnya menelusup di setiap pola yang trtera, jatuh karena hukum Neuton yang tercipta. Suatu yang dikisahkan sebagai hujan.
Hujan, apakah bernada? Karena setiap jatuhnya semakna piano yang sedang bergema. Mungkin Tuhan sedang bersenandung ketika rintiknya sudah tak terbendung, atau karena malaikat sedang bermain musik seperangkat?
Hujan, apakah bermakna? Karena tetesnya seolah berbicara, membisikkan kata yang tak terbaca. Kadang aku ragu, apakah kau bersungguh? Namun tanganmu yang lembut selalu dapat memeluk tubuhku yang berderu. "Tenanglah, aku hanya bersinggah sementara," katamu pada malam ketika bulan mulai terpejam. Dan benar, kutemukan sosokmu semu kala pagi telah meninggi.
Ada rasa cemburu pada hatiku yang memburu. Megapa kau jarang bersenandung untukku? Apa karena niat yang kurang melekat, atau sungguh yang kurang kukuh? Namun kutahu untaian yang kau ucapkan, tak kan lenyap menguap.
"Jangan khawatir, sekarang giliranmu," bisikmu membuatku termangu. Hingga kudengar kisahmu pada langit yang masih kelabu.
Akhir Januari, 2014